My Widget

Minggu, 20 Desember 2015

PENDEKATAN MASTERY LEARNING

PROPOSAL PENELITIAN UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN MASTERY LEARNING (PEMBELAJARAN TUNTAS)

download disini :D

DOWNLOAD

Sejarah Kalkulus

SEJARAH KALKULUS

Kalkulus (Bahasa Latin: calculus, artinya “batu kecil”, untuk menghitung) adalah cabang ilmu matematika yang mencakup limit, turunan, integral, dan deret takterhingga. Kalkulus adalah ilmu mengenai perubahan, sebagaimana geometri adalah ilmu mengenai bentuk dan aljabar adalah ilmu mengenai pengerjaan untuk memecahkan persamaan serta aplikasinya. Kalkulus memiliki aplikasi yang luas dalam bidang-bidang sains, ekonomi, dan teknik; serta dapat memecahkan berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar elementer.
Kalkulus memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral yang saling berhubungan melalui teorema dasar kalkulus. Pelajaran kalkulus adalah pintu gerbang menuju pelajaran matematika lainnya yang lebih tinggi, yang khusus mempelajari fungsi dan limit, yang secara umum dinamakan analisis matematika.
Sejarah perkembangan kalkulus bisa ditilik pada beberapa periode zaman, yaitu zaman kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern. Pada periode zaman kuno, beberapa pemikiran tentang kalkulus integral telah muncul, tetapi tidak dikembangkan dengan baik dan sistematis. Perhitungan volume dan luas yang merupakan fungsi utama dari kalkulus integral bisa ditelusuri kembali pada Papirus Moskow Mesir (sekitar 1800 SM) di mana orang Mesir menghitung volume dari frustrum piramid. Archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh dan menciptakan heuristik yang menyerupai kalkulus integral.
Pada zaman pertengahan, matematikawan India, Aryabhata, menggunakan konsep kecil takterhingga pada tahun 499 dan mengekspresikan masalah astronomi dalam bentuk persamaan diferensial dasar. Persamaan ini kemudian mengantar Bhāskara II pada abad ke-12 untuk mengembangkan bentuk awal turunan yang mewakili perubahan yang sangat kecil takterhingga dan menjelaskan bentuk awal dari "Teorema Rolle". Sekitar tahun 1000, matematikawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang pertama yang menurunkan rumus perhitungan hasil jumlah pangkat empat, dan dengan menggunakan induksi matematika, dia mengembangkan suatu metode untuk menurunkan rumus umum dari hasil pangkat integral yang sangat penting terhadap perkembangan kalkulus integral. Pada abad ke-12, seorang Persia Sharaf al-Din al-Tusi menemukan turunan dari fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam kalkulus diferensial. Pada abad ke-14, Madhava, bersama dengan matematikawan-astronom dari Mazhab astronomi dan matematika Kerala, menjelaskan kasus khusus dari deret Taylor, yang dituliskan dalam teks Yuktibhasa.
Pada zaman modern, penemuan independen terjadi pada awal abad ke-17 di Jepang oleh matematikawan seperti Seki Kowa. Di Eropa, beberapa matematikawan seperti John Wallis dan Isaac Barrow memberikan terobosan dalam kalkulus. James Gregory membuktikan sebuah kasus khusus dari teorema dasar kalkulus pada tahun 1668.
Leibniz dan Newton mendorong pemikiran-pemikiran ini bersama sebagai sebuah kesatuan dan kedua orang ilmuwan tersebut dianggap sebagai penemu kalkulus secara terpisah dalam waktu yang hampir bersamaan. Newton mengaplikasikan kalkulus secara umum ke bidang fisika sementara Leibniz mengembangkan notasi-notasi kalkulus yang banyak digunakan sekarang.
Ketika Newton dan Leibniz mempublikasikan hasil mereka untuk pertama kali, timbul kontroversi di antara matematikawan tentang mana yang lebih pantas untuk menerima penghargaan terhadap kerja mereka. Newton menurunkan hasil kerjanya terlebih dahulu, tetapi Leibniz yang pertama kali mempublikasikannya. Newton menuduh Leibniz mencuri pemikirannya dari catatan-catatan yang tidak dipublikasikan, yang sering dipinjamkan Newton kepada beberapa anggota dari Royal Society.
Pemeriksaan secara terperinci menunjukkan bahwa keduanya bekerja secara terpisah, dengan Leibniz memulai dari integral dan Newton dari turunan. Sekarang, baik Newton dan Leibniz diberikan penghargaan dalam mengembangkan kalkulus secara terpisah. Adalah Leibniz yang memberikan nama kepada ilmu cabang matematika ini sebagai kalkulus, sedangkan Newton menamakannya "The science of fluxions".
Sejak itu, banyak matematikawan yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan lebih lanjut dari kalkulus.
Kalkulus menjadi topik yang sangat umum di SMA dan universitas zaman modern. Matematikawan seluruh dunia terus memberikan kontribusi terhadap perkembangan kalkulus.
  Walau beberapa konsep kalkulus telah dikembangkan terlebih dahulu di Mesir, Yunani, Tiongkok, India, Iraq, Persia, dan Jepang, penggunaaan kalkulus modern dimulai di Eropa pada abad ke-17 sewaktu Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz mengembangkan prinsip dasar kalkulus. Hasil kerja mereka kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan fisika.
Aplikasi kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi dari kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier.
Kalkulus juga digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci mengenai ruang, waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, para matematikawan dan filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret takterhingga. Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang limit dan deret takterhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks tersebut.

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Model Pembelajaran  Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
Pengajaran  kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di  Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.
Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan  untuk  segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari  program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan  partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:
CTL
Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa;
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru;
Cenderung mengintegrasikan  beberapa bidang (disiplin);
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa;
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah;
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang
Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5).
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Setiap  individu  dapat  membuat  struktur  kognitif  atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang  sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya  merupakan  strategi  utama  dalam  pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis  inquiry.  Dalam  sebuah  pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1)      Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)      Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)      Membangkitkan respon kepada siswa;
4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)      Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)      Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan  merupakan  bagian  inti  dari  pembelajaran  berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1)      Merumuskan masalah ;
2)      Mengajukan hipotesis;
3)      Mengumpulkan data;
4)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)      Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan  siswa  memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003).
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti  guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
  1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
  2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
  3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :
  1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh  pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.;
  2. Catatan atau jurnal di buku siswa;
  3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang  diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan             Nasional.




Kamis, 17 Desember 2015

Pesawat Buatan Indonesia

JAKARTA (RP) - Ini kabar membanggakan dari industri alat utama sistem persenjataan Indonesia. Para insinyur Indonesia sedang menyiapkan jet tempur baru. Kualitas  pesawat ini diharapkan mampu menandingi jet dari Rusia Sukhoi Mk 2.

Teknisi putra bangsa bekerja bersama dalam proyek yang disebut jet tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) yang dilakukan bersama Korea Selatan. "Perkembangannya sangat bagus," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin kemarin (28/05). 

Sepanjang 2012 ini, para teknisi diharapkan bisa menguasai pengembangan teknis pesawat KFX. Sampai sekarang, pengembangan teknis sudah berjalan sesuai rencana. "Kita harapkan prototype pesawat tuntas pada tahun depan," katanya. 

Delegasi Komite Kerja Sama Industri Pertahanan Korea Selatan juga sudah berkunjung ke Indonesia pekan lalu. Menurut Hartind, pihak Korsel sangat puas dengan kinerja insinyur Indonesia. 

Tahun depan,  para teknisi harus sudah beralih pada pencapaian berikutnya, yakni pengembangan mesin dan manufaktur. Diharapkan, pada tahap ini sudah bisa dibuat enam buah prototipe pesawat KFX.

Menurutnya, teknisi dari Indonesia dalam alih teknologi KFX/IFX ini bisa mengimbangi para teknisi dari Korea Selatan yang notabene adalah negara perancang pesawat itu. "Awalnya sulit bagi teknisi kita. Tapi, saat ini mereka sudah bisa mengimbangi," ujarnya.

Sekitar tujuh bulan lalu, Kemhan telah mengirimkan 37 teknisi untuk tahap awal proses alih teknologi. Mereka terdiri atas enam pilot pesawat tempur TNI AU, tiga orang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan, 24 teknisi dari PT Dirgantara Indonesia, dan empat dosen teknik penerbangan dari Institut Teknologi Bandung.

Mantan Atase Pertahanan KBRI Malaysia ini mengatakan, untuk pengiriman para teknisi selanjutnya, Kemhan akan mempersiapkan sarana dan prasana, sumber daya manusia, serta manajemen yang baik."Biasanya kita akan meminta kepada pihak Korea, pengembangan apa yang bisa dilakukan lebih awal. Kita berupaya melengkapi sesuai dengan keinginan mereka agar alih teknologi berjalan sebaik-baiknya," katanya. 

Kemhan berkomitmen, alih teknologi ini tidak hanya fokus pada hasil, tetapi pada proses. Hal ini dinilai penting agar proses alih teknologi benar-benar berjalan sempurna dan Indonesia bisa segera mampu membuat jet tempur sendiri.

Rencananya, proyek KFX/IFX ini akan berlangsung hingga 2020 dengan jumlah pesawat yang akan dibuat adalah 150 unit senilai USD 8 miliar. Sementara Indonesia akan mendapatkan sebanyak 50 unit dengan anggaran sebesar USD 1,6 miliar. "Jika lancar semua, ini adalah pesawat jet tempur pertama yang dibuat oleh ilmuwan Indonesia," katanya. (rdl/nw)




sumber : http://riaupos.co/arsip-12869-berita.html#.VnK9tp7LLac

METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION
Dari mana datangnya ilmu yang kita peroleh? Tentu jawabnya adalah dari seorang guru yang selalu setia menemani kita pada saat belajar di sekolah. Dan dari guru pada saat kita terjun langsung ke lapangan, yaitu Pengalaman. Karena pepatah mengatakan "Pengalaman adalah guru yang paling berharga".

Sekarang kita membahas ilmu yang datang dari sekolah. Terlihat seperti udah kita mentrasfer ilmu seorang gur ke muridnya, padahal semua itu dilakukan harus melalui berbagai macam setrategi dan metode pembelajaran. Pada postingan sebelumnya telah sering saya ulas tentang berbagai macam metode pembelajan. Untuk kesempatan ini saya akan memberikan satu metode pembelajaran lagi yang bisa dipakai oleh seorang pendidik untuk menerapkan konsep pendidikan yang ada.

Berikut adalah Metode Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
  1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
  2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
  3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
  4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
  5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
  1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
  2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
  3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
  1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
  2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
  3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Model pembelajaran PBI (problem based instruction)

Model Pembelajaran Problem Based Instruction
1. Pengertian Problem Based Instruction
Model pembelajaran Problem based instruction menggunakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah kehidupan nyata. Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran, melalui pengalaman belajar dalam kehidupan nyata. Arends dalam Trianto (2007 : 68) menjelaskan bahwa Problem based instruction merupakan pendekatan belajar yang menggunakan permasalahan autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan siswa, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi , mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Problem based instruction berpusat pada siswa. Problem based instruction merupakan salah satu dari berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengaktifkan siswa dalam belajar (Abbas dkk 2007: 8). Guru berkewajiban menggiring siswa untuk melakukan kegiatan . guru sebagai penyaji masalah, memberikan instruksi-instruksi, membimbing diskusi, memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri . guru diharapkan dapat menberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi. Pelaksanaan Problem based instruction didukung dengan beberapa metode mengajar diantaranya metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, penemuan dan pemecahan masalah.

2. Karakter Problem Based Instruction
Arends dalam Trianto (2007: 69-70) menyatakan bahwa pengembangan Problem based instruction memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Problem based instruction menggunakan masalah yang berpangkal kehidupan nyata siswa dilingkungannya. Masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa, selain itu masalah yang disusun mencakup materi pelajaran disesuaikan dengan waktu, ruang dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Adanya keterkaitan atar disiplin ilmu
Apabila Problem based instruction diterapkan pada pembelajaran mata pelajaran tertentu, hendaknya memilih masalah yang autentik sehingga dalam pemecahan setiap masalah siswa melibatkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3. Penyelidikan autentik
Problem based instruction mewajibkan siswa melakukan penyelidikan autentik menganalisis dan merumuskan masalah, mengansumsi, mengumpulkan dan menganalisis data, bila perlu melakukan eksperimen, dan menyimpulkan hasil pemecahan masalah.
4. Menghasilkan dan memamerkan hasil suatu karya.
Problem based instruction menuntut siswa menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Siswa menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Siswa menjelaskan bentuk penyelesaian masalah dan menyusun hasil pemecahan masalah berupa laporan atau mempresentasikan hasil pemecahan masalah di depan kelas.
5. Kolaborasi
Problem based instruction memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil. Guru juga perlu memberikan minimal bantuan pada siswa, tetapi harus mengenali seberapa penting bantuan itu bagi siswa agar mereka lebih saling bergantung satu sama lain, dari pada bergantung pada guru.

Problem based instruction mengacu pada inkuiri, kontruktivisme dan menekankan pada berpikir tingkat tinggi. Model ini efektif untuk mengajarkan proses – proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya dan membantu siswa memproses informasi yang telah dimiliki. Problem based instruction menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Lingkungan belajar yang terbuka menuntut peran aktif siswa untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah sehingga menjadi pembelajar yang mandiri.
3. Tahapan Problem Based Instruction
Tahapan Problem based instruction dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian hasil kerja siswa. Tahapan Problem based instruction disajikan pada tabel berikut:

No Tahap Tingkah laku guru
1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan rencana kegiatan, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa siswa untuk mengumpulakan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil pemecahan masalah dan membantu mereka untuk berbeagi tugas dengan temannya
5 Mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Instruction
1. Sintakmatik
1. Pendahuluan
a. Orientasi siswa pada masalah yaitu
• Guru menjelaskan rencana kegiatan dengan menjelaskan materi yang akan dipelajari pada saat itu dengan memberikan tugas untuk eksperimen, siswa mempersiapkan eksperimen.
• Menjelaskan logistik yang dibutuhkan yaitu guru menjelaskan kegiatan observasi dan mempersiapkan alat dan bahan untuk observasi
• Memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya dengan menyampaikan TPK.
b. Mengorganisasi siswa untuk belajar yaitu:
• Membagi kelas menjadi 5 kelompok belajar yang anggotanya heterogen dan terdiri dari 8-9 siswa dengan cara menghitung peserta mulai 1 s/d 8, yang nomor 1 masuk ke kelompok 1, yang nomor 2 masuk ke kelompok 2 dan seterusnya.
• .Masing-masing kelompok menghadap satu meja
• Guru membagikan LKS sebagai pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan eksperimen pada saat itu
• Guru menyuruh siswa mempersiapkan alat dan bahan yang sudah tersedia
• Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan tujuan eksperimen
• Guru mengingatkan siswa tentang materi yang akan kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang pembentukkan ide, pengajuan ide dan penyusunan konsep dasar serta rasa ketertarikan siswa untuk belajar.
2. Kegiatan inti
a. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok yaitu:
• Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai
• Siswa melaksanakan eksperimen.
• Siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan hasil eksperimen dari LKS (lembar kerja siswa) untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
• Siswa mengumpulkan hasil kerjanya kepada guru.
b. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya yaitu
• Siswa mempersiapkan untuk merencanakan hasil pemecahan masalah
• Guru membantu siswa dalam merencanakan dan mempresentasikan hasil pemecahan masalah
• Guru membantu mereka untuk berbeagi tugas dengan temannya.
• Salah satu kelompok mempresentasikan hasil pemecahan masalah, Kelompok yang presentasi dipilih acak melalui pengundian.
c. Mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu:
• Guru menyuruh siswa untuk mengevaluasi terhadap penyelidikan mereka.
• Siswa melakukan kegiatan mengavaluasi dengan mencocokkan hasil mereka dengan kelompok.
3. Penutup
Guru menyimpulkan hasil evaluasi siswa dengan mencocokkan materinya.

5. Manfaat Problem Based Instruction
Problem based instruction dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti menyelidiki, memahami dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu dibutuhkan dalam pelaksanaan Problem based instruction untuk menyelediki masalah secara bersama. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif sehingga membuat mereka berpikir tentang masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.
Problem based instruction tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Siswa dilibatkan dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan dijadikan bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta dapat dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemempuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual (Ibrahim dan Nur 2001:7)
Problem based instruction dapat dijadikan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri. Siswa harus mengansumsi, mengumpulkan informasi, menginterpretasi data, menginferensi, menganalisis, dan mengevaluasi. Ratumanan dan Holil (2008) berpendapat bahwa pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Problem based instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, keterampilan berpikir dan perlibatan siswa dalam pengalaman nyata. Model ini dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah serta untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep – konsep penting. (Abbas dkk 2007:9). Siswa dituntut untuk mengajukan pertanyaan dan permasalahan serta mencari sendiri jawaban atau pemecahan dari permasalahan yang diajukan melalui penyelidikan autentik dan kerjasama dengan teman kelompoknya sehingga diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian yang dilakukan Sumarsono (2006), penerapan Problem based instruction dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran fisika. Penerapan Problem based instruction diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai.



Selasa, 15 Desember 2015

Kontruktivisme

Pandangan Konstruktivisme Tentang Pembentukan Pengetahuan
Kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukan kognitif seseorang.
Melalui inderanya seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya untuk membangun pengetahuan. Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu struktur tersebut digunakan untuk menghadapi pengalaman-pengalaman atau persoalan-persoalan yang berkaitan dengan konsepsi tersebut. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh seseorang adalah hasil pengontruksian orang itu sendiri. Hal ini berarti konstruktivisme menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari orang lain, karena setiap orang membangun pengetahuannya sendiri.


Konstruktivisme Piaget dan Vigotsky

Konstruksi Piaget
Untuk memahami teori Piaget perlu dimengerti beberapa istilah baku yang digunakan untuk menjelaskan proses seseorang dalam membangun pengetahuan.

a. Skema dan Skemata
          Skema adalah struktur mental atau kognitif seseorang. Skema digunakan untuk memproses dan mengidentifikasikan rangsangan yang datang dari luar. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi, hipotesis, seperti : intelek, kreativitas, kemampuan dan naluri.
b. Asimilasi
       Asimilasi adalah proses kognitif: dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan persepesi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.

c. Akomodasi
          Jika dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasi dengan skema yang telah dimiliki, maka seseorang akan mengakomodasi, yaitu membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut .

d. Ekuilibrasi
          Dalam perkembangan intelek seseorang terdapat proses ekuilibrium, yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk menyeimbangkan proses asimilasi dan proses akomodasi. Disekuilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dengan akomodasi. Ekuilibrasi adalah proses dari disekuilibrium ke ekuilibrium.

e. Teori Adaptasi Intelek
        Piaget berpendapat bahwa mengerti adalah suatu proses daptasi intelektual. Melalui proses tersebut pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian baru. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu : (1). Taraf sensori motor  (0 – 2 tahun),  (2). Praoperasional (2-7 tahun),  (3). Taraf operasional kongkrit dan(8-11 tahun),  (4). Taraf operasional formal (11 tahun keatas).

2. Kontriktivisme Vigotsky
          Menurut Vigotsky dalam Paul Suparno (1997) belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Dialog dan komunikasi verbal dengan orang- orang dewasa, atau orang yang lebih mengetahui akan mengembangkan pengertian tersebut, ini berarti di dalam belajar selain diperlukan keaktifan siswa sangat diperlukan lingkungan social. Dengan demikian inti konstruktivisme Vogotsky dalah integrasi antara aspek internal dengan eksternal serta penekanannya pada lingkungan social pelajar.
                    Konsep yang berpengaruh pada teori Vegotsky adalah konsep tentang “daerah perkembangan proksimal” (Zone of Proximal). Development diartikan sebagai ambang bats kesiapan intelektual siswa yang belajar. Sedangkan konsep lain adalah konsep “intruksional scaffolding” yaitu pada awal pembelajaran guru memberikan sejumlah bantuan kepada siswa, selanjutnya secara bertahap bantuan tersebut dikurangi dan memberikan siswa kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar sehingga pada akhirnya siswa dapat menyelesaikan masalah secara mandiri.



Paham Empiris

PENGERTIAN EMPIRISME
         Empirisme adalah suatu paham filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani “empeiria” yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung

Tokoh-tokoh Dalam Aliran Empirisme

1.       Francis Bacon (1210-1292 M)
          Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Kata “Bacon” selanjutnya, kita sudah terlalu lama dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan, itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkret untuk mengelompokkannya, itulah tugas ilmu pengetahuan.

2. Thomas Hobbles (1588-1679 M)
          Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke Oxford untuk belajar logika Skolastik dan Fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Aristotelien. Sumbangan yang besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem materialistis yang besar, termasuk juga kehidupan organis dan rohaniah.
          Menurut Thomas Hobbles berpendapat bahwa pengalaman  indrawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan pengabungan data-data indrawi belaka. Pengikut aliran empirisme Thomas Hobbles yang lain diantaranya : Jhon Locke (1632-1704 M), David Hume (1711-1776 M), Geege Berkeley(1665-1753 M).

3. Jhon Locke (1632-1704 M)
          Ia dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, Inggris. Dismaping itu sebagai ahli hukum, ia menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran manusia harus tahu sampai seberapa jauh ia memakai kemampuannya.
          Pendiri empirisme Inggris salah seorang penganut empirisme, yang juga Bapak Empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirka, keadaan akalanya masih bersih ibarat kertas yang kosong yang belum bertuliskan apa pun (tabularasa). Pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagaian kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai pengalaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan bisa diketahui dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang pertama dan sederhana (Juhaya S. Pradja, 1997:18).

4. David Home (1711-1776 M)
Dia ikut dalam berbagai pembahasan tersebut dan memengaruhi perkembangan dua aliran. Aliran yang dipengaruhinya adalah skeptisisme dan empirisme.
Dalam hal skeptisisme, Hume mencurigai pemikiran filsafat dan di antara pemikirannya adalah bahwa prinsip kausalitas (sebab akibat) itu tidak memiliki dasar. Ia juga seorang agnostik, yakni orang yang berpendirian bahwa adanya Tuhan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat diingkari. Dalam hal empirisme, suatu pandangan yang mengatakan bahwa segala pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Walaupun mungkin ada suatu dunia di luar kesedaran manusia, namun hal ini tidak dapat dibuktikan. Ia menolak sketisime, skeptisisme menurut beberapa filsuf adalah pandangan bahwa akal tidak mampu sampai pada kesimpulan, atau kalau tidak, akal tidak mampu melampaui hasil-hasil yang paling sederhana

5. Geege Berkeley(1665-1753 M).
       George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Pada era modern, muncul pula George Barkeley yang berpandangan bahwa seluruh gagasan dalam pikiran atau ide datang dari pengalaman dan tidak ada jatah ruang bagi gagasan yang lepas begitu saja dari pengalaman. Oleh karena itu, idea tidak bersifat independen. Pengalaman konkret adalah “mutlak” sebagai sumber pengetahuan utama bagi manusia, karena penalaran bersifat abstrak dan membutuhan rangsangan dari pengalaman. Berbagai gejala fisikal akan ditangkap oleh indra dan dikumpulkan dalam daya ingat manusia, sehingga pengalaman indrawi menjadi akumulasi pengetahuan yang berupa fakta-fakta. Kemudian, upaya aktualisasinya dibutuhkan akal. Dengan demikian, fungsi akal tidak sekedar menjelaskan dalam bentuk-bentuk khayali semata-mata, melainkan dalam konteks yang realistik.



Jumat, 11 Desember 2015

Pembelajaran Tematik

Manfaat Pembelajaran Tematik
1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan  tujuan akhir,
3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah.
4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
Karakteristik Pembelajaran Tematik;
          Berpusat pada siswa
          Memberikan pengalaman langsung
          Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
          Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
          Bersifat fleksibel
          Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
          Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
IMPLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK;
Implikasi bagi :
          Guru,
          Peserta didik,
          Sarana prasarana, sumber belajar dan media,
          Pengaturan ruang kelas,
          Pemilihan metode.
Implikasi bagi guru;
Guru harus kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
Implikasi bagi siswa;
          Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
          Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah
Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media;
Pelaksanaan Pembelajaran tematik:
          Memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. 
          Memanfaatkan berbagai sumber belajar
          Mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi
          masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi
Implikasi terhadap Pengaturan ruangan;
          Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.
          Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung
          Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet
          Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas
          Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar
          Alat, sarana dan sumber  belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembal
Implikasi terhadap Pemilihan metode;
Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi metode.Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.


PELAKSANAAN;
1.TAHAP PERSIAPAN :

          PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR, INDIKATOR DALAM TEMA
          PENETAPAN JARINGAN TEMA
          PENYUSUNAN SILABUS
          PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
2.PEMETAAN STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR, INDIKATOR DALAM TEMA;
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.
3.Kegiatan Pemetaan;
1.   Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
           
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembang-kan indikator:
          Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik
          Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
Dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat diamati
4. Menentukan tema;
Cara penentuan tema :
          Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai.
          Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.


5, Prinsip Penentuan tema
          Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa:
          Dari yang termudah menuju yang sulit
          Dari yang sederhana menuju yang kompleks
          Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.
          Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa
          Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya
6. Menetapkan Jaringan Tema
Hubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu sehingga akan terlihat  kaitan antara tema,  kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran.
Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.
7. Penyusunan Silabus
Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.
8. Penyusunan rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:
          Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
          Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
          Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
          Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
          Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
          Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
          Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian).
9. TAHAP PELAKSANAAN
  1. Tahapan/jadwal Kegiatan perhari
            - Kegiatan Pembukaan (± 1 jam pelajaran)
            - Kegiatan Inti (± 3 jam pelelajaran)
            - Kegiatan Penutup (± 1 jam pelajaran)
2. Pengaturan Jadwal Pelajaran
1. Tahapan Kegiatan
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan
  1. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan (1 jam pelajaran)
            Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi
b.   Kegiatan Inti
            Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai  strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c.   Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut
            Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.